Powered By Blogger

Kamis, 20 November 2014

INTIP KULTUR JEPANG




Walau belum pernah menginjakkan kaki ke negeri samurai, informasi tentang kehidupan masyarakat Jepang begitu menginspirasi saya. Penanaman kedisiplinan semenjak anak-anak dalam kultur Jepang sudah sering kita dengar. Tak heran jika dunia pendidikan di Jepang dijadikan jujugan atau referensi negara-negara di dunia untuk menimba ilmu.
Go ni irebe go ni shitagae, ‘saat masuk lingkungan baru taatilah budaya atau aturan setempat. Idiom ini mengingatkan kita pada peribahasa, dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung. Sebagai individu pendatang harusnya mampu beradaptasi dengan baik, dimana pun dia berada baik dilingkungan tempat tinggal yang baru, di kantor yang baru, ataupun sekolah yang baru. Realitanya tidak demikian adanya. Padahal jika dilihat dari segi maknanya sama, namun dalam aplikasinya masyarakat Indonesia tidak semuanya mempraktikkannya.  Kenapa? Ternyata usut punya usut, kata kuncinya pada go ni shitagae, ‘disitu langit dijunjung’. Semangat warga Jepang untuk tidak mengganggu kehidupan atau sistem yang telah tertata di tempatnya yang baru sungguh luar biasa. Mereka sangat menghormati. Artinya, mereka akan mengubah warnanya sesuai dengan tempatnya yang baru, bukan sebaliknya.Coba kita lihat saat mereka naik kereta api. Kita lebih sering mereka membaca buku ketimbang harus ngobrol dengan kanan-kirinya. Mereka tidak mau merugikan atau mengganggu orang lain. Oleh karena itu mereka memilih membaca.
Kultur warga Jepang yang lainnya khususnya untuk para ibu, mereka cenderung bergerak dalam kelompok yang sejenis. Maksudnya, mereka berkumpul dengan kelompok yang segi ekonominya sama, memiliki gaya hidup yang sama, ataupun prinsip hidup yang sama. Ikatan diantara mereka pun sangat kuat. Sehingga mereka tidak percaya diri jika tidak bersama-sama dengan teman-teman satu kelompoknya. Mereka seakan kehilangan sebagian dari dirinya dan tidak memiliki kekuatan. 
Warga Jepang sejak mereka bayi sudah diberi semangat yang luar biasa. Kata pasrah tidak pernah ada dalam kamus kehidupan warga jepang. Pernah dengar kata “gambaru/gambatte/gambarimasu?” kata-kata itu bagaikan bara api yang selalu mengobarkan semangat warga Jepang. Kata-kata itulah yang diperkenalkan kepada anak-anak Jepang agar mereka berjuang habis-habisan. Dalam kesehariannya pun, warga Jepang tidak memanjakan anak-anak mereka.  Membiasakan anak-anak berjalan kaki, membawa sendiri barang-barangnya, mengelap lantai sendiri saat dia menumpahkannya. Nah, ini yang tidak biasa pada anak-anak di Indonesia.
Ketika anak-anak Jepang bertengkar dengan temannya, orangtua justru menyalahkan anaknya. Bukan malah membela atau melindunginya. Saat bermain tiba-tiba temannya menginginkan mainan anaknya, sang orangtua justru menyuruh anak untuk meminjamkan mainan itu kepada temannya. Anaknya diminta mengalah. Jika mamanya melarang anaknya untuk meminjamkan mainan tersebut pada temannya maka orangtua akan menerima sanksi dari masyarakatnya. Satu hal lagi, ketika sang anak melakukan kesalahan kepada orang lain, maka yang meminta maaf tidak hanya sang anak saja, tetapi orangtuanya pun harus meminya maaf kepada orangtua sang anak yang disakitinya. WOW

Selasa, 18 November 2014

Anak dan Teknologi Digital


Teknologi diciptakan dalam rangka memudahkan manusia. Di era yang serba canggih ini, pengaruh teknologi sangat luar biasa. Hanya dengan menyentuh dan menggeser layar maka kita akan terhubung dengan orang-orang yang belum kita kenal sekalipun. Sayangnya, dewasa ini kemajuan teknologi khususnya telepon genggam sudah menjadi bagian dari gaya hidup. Jika beberapa tahun yang lalu handphone fungsinya sebatas sebagai alat komunikasi. Kini, fitur-fitur dalam sebuah handphone lebih lengkap. Mau foto? Tidak perlu bawa kamera, mau ngegame tidak usah bawa game, mau merekam tidak perlu repot-repot bawa handycam. Fasilitas di telepon seluler kini semakin memanjakan konsumennya. Efeknya pun harus kita waspadai, kecanduan alat-alat digital! Fatalnya lagi jika kecanduan alat-alat ini menggerogoti jiwa dan otak anak-anak.
Dalam bukunya yang berjudul “Mendidik Anak di Era Digital” terjemahan Adji Annisa ini dikupas tuntas problematika memfasilitasi anak dengan perangkat digital. Saya, sebagai sebagai orang tua merasakan betul manfaat membaca tulisannya. Melihat anak tetangga atau anak teman yang bisa diam berjam-jam dengan mengotak-atik atau menggeser tablet atau handphonenya kita terheran-heran. Pengen rasanya bisa membelikannya untuk anak kita. Ternyata itu bukan ide yang baik. Bukan berarti anak kita gaptek atau kitanya yang tidak gaul atau jadul. Namun, itu lebih karena kita sayang dengan anak-anak kita.
Anggapan bahwa perangkat digital adalah media yang tepat untuk anak-anak harus kita delete dari pikiran kita. Orang-orang genius di Silicon Valley menjauhkan computer dari keseharian anak-anak mereka. Prancis melarang penggunaan ponsel di sekolah. Terpaparnya perangkat digital sejak dini bisa menyebabkan perkembangan otak dan emosi anak tidak sempurna. Ponsel cerdas bisa menyebabkan anak sulit berkosentrasi bahkan tidak mau berpikir.





Minggu, 16 November 2014

Kisah penggugah Jiwa

Terenyuh hati ini ketika membaca kisah anak-anak yang luar biasa! Luar biasa! Aisyah, bocah yang merawat ayahnya di atas becak. Samsul, bocah penjual cilok dari tegal. Miranda, anak terbelakang mental yang merawat ayahnya. Sinar, merawat ibunya di tepi hutan. Wahyu, ketabahan penjual jamu kunyit. Elsa, berkubang di sungai mengumpulkan sampah. Aditya, sejak berumur 3 tahun sudah harus memasak. Budi Salim, mantan penderita tumor  yang berjualan bakpao. Yunus, bocah penyemi sepatu penderita kanker. Said, pemulung berseragam SD. Firman, ikhlas merawat kakaknya yang lumpuh. Indah Sari, mengurus 3 adik karena ibunya hilang ingatan. Tegar, pengamen jalanan dari Subang. Siti, bocah penjual bakso keliling. Nurhidayat, membuat pikatan burung untuk membeli beras. Dewi Sudarmi, penuh semangat meski tak berkaki. Krismon, bocah pencuci perahu. Ratna, anak yatim penjual kue jala. Nurul, rela menjual ginjal demi keluarga. Itulah sederat kisah nyata yang dialami oleh anak-anak kita.  Barangkali masih banyak kisah yang belum sempat terorehkan oleh Nazaruddin Thamrin.
Kecintaannya kepada ibu dan saudaranya, mereka rela tidak menikmati masa kanak-kanak yang indah. Jika semasa kita masih akan-kanak, sepulang sekolah sempat untuk bermain petak umpet, boi-boian, kasti, perang-perangan, atau bermain layang-layang. Pengorbanannya sungguh luar biasa. Mereka adalah pahlawan!
Anak-anak itu tidak pernah mengeluh. Mereka lugu, penuh cinta kasih. Jika kita lihat anak-anak sekitar kita, atau saudara kita, bahkan kita sendiri barangkali masih sering mengeluh. Malu rasanya dengan mereka. Kehidupan tanpa pamrih. Kita merasa panas lantaran AC mati atau gelap lantaran lampu mati sudah bingungnya minta ampun.
Membaca kisah-kisah mereka, mengajari kita untuk selalu melihat ke bawah. Masih banyak orang yang tidak beruntung. Mari kita ajarkan kepada anak-anak kita untuk hidup sederhana walaupun kita bergelimang harta. Ini bukan berarti kita pelit atau nggak gaul, namun demi melatih anak-anak agar ketika menjadi pemimpin kelak, mereka jauh lebih peka dengan penderitaan rakyatnya.

Rabu, 12 November 2014

Kelembutan dan Kasih Sayang



Menikmati tulisan Rani Razak Noe’man sungguh membuka wawasan baru bagi orangtua yang ingin lebih dekat dengan si buah hati. Seri “bicara Bahasa Anak” mengungkap berbagai pendekatan bagaimana ibu dan bapak seharusnya berkomunikasi dengan baik kepada anak tanpa harus membuat anak menjadi terdakwa. Pola asuh yang baik akan melahirkan komunikasi yang baik.
Kadang sebagai ibu yang bekerja seharian ketika pulang mendapati rumah bak kapal pecah. Maklum nggak punya pembantu. Kebanyakan dari kita ngomel tanpa henti. Bentakan dan keluhan. Itu yang lebih banyak keluar dari mulut kita tanpa disadari. Padahal dengan sentuhan kelembutan dan kasih sayang semuanya pasti lebih baik. Kelumbutan dan kasaih sayang itu kunci komunikasi. Dalam surat At Thaha (20): 43 – 44, “Pergilah kalian (Musa dan Harun) kepada For’aun. Sesungguhnya ia telah melampaui batas. Maka berbicaralah kalian kepadanya dengan kata-kata yang lembut. Mudah-mudahan ia mendapat pengajaran.” Subhanallah. Ketika dalam keadaan marah kepada Fir’aun,  Allah tetap memerintahkan kepada Musa agar bersikap lembut kepada Fir’aun supaya ia mendapat pengajaran.
Sampaikan perasaan ibu atau bapak, bukan kemarahan. Coba kita pisahkan sosok anak dan perilakunya. Kita tentunya sayang pada anak kita, tapi perilakunya itulah yang harus kita ubah. Ungkapkan akibat perbuatan yang telah dilakukannya terhadap perasaan ibu dan bapak. Misalnya, anak tidak membereskan mainan sehabis bermain. Saat itu juga komunikasikan perasaan ibu dan bapak, contohnya kecewa. Namun, kita harus menyampaikannya dengan tegas dan bersahabat. Intonasi suara datar serta tetap menghargai anak. Ungkapkan secara spesifik perilaku anak yang mengganggu perasaan ibu dan bapak, “Ibu kecewa sayang, kenapa mainannya belum dirapikan? Kalau keinjak ibu lalu rusak gimana ayo?”
Sebagai orang tua kita dituntut untuk selalu belajar. Ya, belajar tentang apa saja. kita harus memiliki komitmen yang sama. Apalagi kita kalau sama-sama bekerja dan tidak memiliki pembantu. Bisa dibayangkan keributan-keributan kecil di pagi hari. Semuanya harus kita hadapi. Belajar dan belajar. Bagaimanapun sibuknya kita anak tetap yang utama. Anak adalah amanah yang harus dijaga. Jangan buat anak gusar dan menangis di pagi hari.
                Mari kita coba kenali gaya kominukasi yang otoriter biar kita bisa menghindarinya. Memerintah, mengancam/menakuti, menceramahi, menginterogasi, memberi cap, membandingkan, menyalahkan, menghakimi, mendiagnosis, dan menyindir itulah bagian dari gaya otoriter. Sementara gaya komunikasi permisif meliputi, mengalihkan, memberi solusi, menghibur, menjamin, dan membohongi. Kedua gaya komunikasi ini harus dihindari. Terus komunikasi yang bagaimana yang efektif, OPEN DOOR. Ya, membuka komunikasi dengan bahasa tubuh dan banyak mendengar. Kadang kita kurang peduli dengan bahasa tubuh anak, seperti menangis, melempar benda, dian, atau menggigit jari. Kita belum mampu menerjemahkannya. Bahasa tubuh kita saat berkomunikasi dengan anak pun harus jelas. Kesan memperhatikan sepenuhnya itulah yang harus kita tunjukkan pada anak. Dengan memberi nama pada perasaannya anak juga akan merasa lebih lega.
“Bu, buku baruku hilang.”
“oh, ya?”
“itu buku kesayanganku.”
“Kamu pasti sedih ya?”
“Aku membaca buku itu berulang-ulang.”
“Buku itu pasti menarik.”
“Kamu sangat menyukai buku itu ya?”
“Buku itu sudah aku beri sampul.”

Eits, tunggu dulu. The Magic Ooh dan Hmmmm dan fantasi orangtua juga sangat efektif dalam menanggapi anak saat mereka lagi curhat sama kita. Setiap hari tentunya ada banyak peristiwa yang kita alami bersama anak. Semoga dengan mempraktikkan komunikasi yang efektif anak-anak selalu merindukan kita dan lebih dekat dengan kita. Amin.
               

Selasa, 11 November 2014



MENUJU SUKSES
Menemukan Ide yang Menarik
(berdasar langkah-langkah dalam tulisan Mbak Afifah Afra’)


1.         Tulislah satu buah kata yang tengah Anda pikirkan saat ini!
2.         Hubungkan kata tersebut dengan minimal 10 kata-kata yang lain.
3.         Kerahkan seluruh memori Anda untk mencarai keunikan dari kata-kata tersebut. Anda boleh menghubungkan keunikan yang satu dengan keunikan yang lain, atau kata yang satu dengan kata yang lain. Silakan saja eksplorasi habis-habisan 11 kata tersebut!
4.         Apakah Anda sudah menemukan ide yang menarik?

Contoh:
1.       Saat ini saya sedang memikirkan sebuah kata: membaca
2.       Saya akan menghubungkan Pos dengan 10 kata yaitu;
a.       hobi
b.      menarik
c.       ilmu
d.      buku
e.      waktu
f.        malas
g.       gambar
h.      penulis
i.         perpustakaan
j.        budaya

3.       memori yang unik terkait dengan kata-kata tersebut adalah ….
Hobi                       : hobi membaca saya dibandingkan dengan teman-teman masih rendah.
Menarik               : saya berusaha mencari bacaan yang menarik untuk dibaca.
Ilmu                       : membaca menemukan banyak ilmu buat kita.
Buku                      : membaca buku membuat kita bersemangat untuk menulis.
Waktu                   : saya menyempatkan untuk meluangkan waktu 10 sampai 20 menit untuk ke perpustakaan.
Malas                    : musuh nomor satu yang harus dilawan adalah rasa malas.
Gambar                : bacaan yang bergambar membuat anak-anak lebih tertarik untuk melahap buku tersebut.
Penulis                 : Afifah Afra adalah penulis favorit saya
Perpustakaan    : setiap desa seharusnya memiliki satu perpustakaan meskipun kecil.
Budaya                 : membudayakan  masyarakat untuk membaca menjadi hal yang paling penting dan genting untuk saat ini.


4.       Ide yang saya temukan adalah

Minat membaca masyarakat Indonesia dibandingkan dengan masyarakat luar negeri tertinggal jauh. Saya pun menyadari bahwa hobi membaca saya dibandingkan dengan teman-teman ternyata masih rendah. Dalam seminggu teman-teman saya bisa melahap hingga 23 buku, saya hanya sekitar 10 buku saja. Malu rasanya. Rasa malas yang menggerogoti diri ini merupakan musuh utama dalam membaca harus dilawan. Afifah Afra’ adalah penulis favorit saya. Beliau menginspirasi saya untuk menambah ilmu dalam hal menulis cerpen, artikel, ataupun merensi buku. alhamdulillah saya menemukan perpustakaan yang koleksinya amat banyak. Deretan raknya penuh dengan buku-buku yang menggoda. Sebagai generasi penerus bangsa yang sedang membangun ini sudah layaknya kita membangkitkan budaya baca. Kita mulai dari diri sendiri.  

Minggu, 02 November 2014

KATA GANTI




a.      Kata ganti Ku dan Kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
Contoh:
Apa yang kumiliki boleh kauambil.

b.     Kata ganti ku, mu, dan nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya
Contoh:
Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan diperpustakaan

Kata ganti dapat dibedakan menjadi:
a.     Kata ganti orang;
Kata yang menggantikan orang atau benda penggantinya
Contoh;
Kata ganti orang I: orang yang berbicara, yaitu
                             i.               Kata ganti orang I tunggal: aku, saya, hamba
                           ii.               Kata ganti orang I jamak : kita, kami
Kata ganti orang II:orang yang diajak bicara, yaitu
                                i.            Kata ganti orang II tunggal : kamu, engkau, tuan
                              ii.            Kata ganti orang II jamak    : anda, kalian
Kata ganti orang III: orang yang dibicarakan, yaitu;
                                i.            Kata ganti orang III tunggal : ia, dia, beliau
                              ii.            Kata ganti orang III jamak  : mereka

b.     Kata ganti kepunyaan;
Yaitu kata gantiyang menunjukkkan milik, biasanya terletak di belakang kata benda yang diterangkan, dan bentuknya diringkaskan.
Contoh:aku, ku, mu, nya

c.      Kata ganti petunjuk;
Yaitu kata ganti yang digunakan untuk menunjuk sesuatu; biasanya ditrmpatkan di belakang kata benda, waktu, keadaan, dan kejadian-kejadian yang ditunjukkan.
Misalnya; ini, itu

d.     Kata ganti penghubung;
Yaitu kata yang menghubungkan kata benda dan kata sifat-sifatnya atau dengan kata yang menerangkannya.
Contoh: yang, tempat, dimana

e.     Kata ganti Tanya;
Kata yang menanyakan benda atau yang dibendakan serta keterangannya.
Misalnya: apa, siapa, mana, bagaimana, berapa


1.     Fungsi kata ganti orang, antara lain:
Penunjuk pelaku, sebagai subjek
Penunjuk milik/kepunyaan, selaku mengikuti kata benda miliknya
Menyatakan objek
Menyatakan pertalian maksud, ditempatkan di belakang kata tugas/depan

2.     Fungsi kata ganti penunjuk, antara lain
Menunjuk waktu
Sebagai kata sandang

3.     Fungsi kata ganti penghubung, antara lain
Sebagai penghubung kata benda dengan kata lain
Pengantar antar kalimat

4.     Fungsi kata ganti Tanya, antara lain;
Menanyakan benda
Menanyakan sifat
Menanyakan waktu
Menanyakan situasi